Boediono
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal (Daftar Negatif Investasi/DNI) menggantikan Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 dan Perubahannya Nomor 111 Tahun 2007. Penerbitan DNI baru ini dilandasi dengan semangat untuk memberikan kemudahan, kepastian, dan daya tarik investasi kepada penanam modal, serta meningkatkan iklim investasi dan mendorong pencapaian target investasi, sekaligus untuk melaksanakan komitmen Indonesia terkait ASEAN Economic Community.
Pemerintah telah menetapkan investasi sebagai motor pendorong pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% per tahun selama 5 tahun (2010-2014) dan untuk itu dibutuhkan investasi sekitar Rp 2.000 triliun per tahun. Peningkatan investasi akan menciptakan lapangan kerja baru untuk menurunkan tingkat pengangguran menjadi 5-6% dan mengurangi tingkat kemiskinan menjadi 8 -10%.
Kemudahan, kepastian dan daya tarik investasi dari DNI baru ini dapat diuraikan antara lain:
  1. Perluasan kegiatan usaha di bidang yang sama dengan lokasi yang berbeda bagi investasi yang sudah ada (existing), tidak diwajibkan untuk mendirikan badan usaha baru atau mendapatkan izin baru, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
  2. Penanaman modal tidak langsung atau portofolio yang transaksinya dilakukan melalui pasar modal dalam negeri tidak dikenakan ketentuan DNI. Yang dimaksud dengan penanaman modal tidak langsung atau portofolio adalah penanaman modal yang tidak ikut sebagai pengendali perusahaan. Dengan kata lain, pembelian saham dimaksud hanya untuk mendapatkan capital gain.
  3. Dalam hal terjadi penggabungan (merger), pengambilalihan (akuisisi) dan peleburan di bidang usaha yang sama maka:
    • Batasan kepemilikan modal asing perusahaan penerima penggabungan (surviving company) sesuai dengan Surat Persetujuan perusahaan tersebut.
    • Batasan kepemilikan modal asing perusahaan pengambil alih sesuai dengan Surat Persetujuan perusahaan tersebut.
    • Batasan kepemilikan modal asing perusahaan hasil peleburan sesuai dengan ketentuan saat terbentuknya perusahaan baru tersebut.
  4. Dalam hal perluasan kegiatan usaha di bidang yang sama dan membutuhkan penambahan modal melalui penerbitan saham baru (right issue), penanam modal asing memiliki hak untuk memesan efek terlebih dahulu apabila penanam modal dalam negeri tidak dapat berpartisipasi dalam penambahan modal tersebut. Namun apabila penambahan tersebut mengakibatkan kepemilikan modal asing melebihi dari yang tercantum dalam Surat Persetujuan perusahaan tersebut, maka dalam waktu 2 (dua) tahun harus disesuaikan dengan batas maksimum dalam Surat Persetujuan melalui cara:
    • Menjual kelebihan saham asing kepada penanam modal dalam negeri;
    • Menjual kelebihan saham asing melalui pasar modal dalam negeri;
    • Perusahaan tersebut membeli kelebihan saham asing dan diperlakukan sebagai treasury stock.
  5. Bagi penanaman modal yang surat persetujuannya diperoleh perusahaan sebelum terbitnya Peraturan Presiden ini maka ketentuan DNI baru mengenai daftar bidang usaha yang tertutup  (Lampiran I) dan daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan (Lampiran II), tidak diberlakukan (grandfather clause) kecuali ketentuan dari DNI baru lebih menguntungkan.
  6. Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari Perpres DNI tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Perpres DNI ini. Dengan demikian peraturan yang hirarkinya dibawah Perpres, dan isinya bertentangan dengan Perpres DNI maka peraturan tersebut menjadi tidak berlaku.
  7. Format lampiran yang memuat daftar bidang usaha tertutup dan daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan disusun berdasarkan sektor-sektor yang membawahi bidang-bidang usaha tersebut sehingga menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami.
  8. Beberapa sektor memberikan peluang bagi modal asing untuk dapat lebih membantu memperkuat kapasitas pendanaan yang dimiliki domestik, antara lain:
    • Sektor perindustrian di bidang usaha industri siklamat dan sakarin sebelumnya tertutup untuk penanaman modal menjadi terbuka dengan perijinan khusus.
    • Sektor pekerjaan umum di bidang usaha jasa konstruksi kepemilikan modal asing meningkat dari 55% menjadi 67%.
    • Sektor kebudayaan dan pariwisata di bidang usaha teknik film (studio pengambilan gambar film, laboratorium pengolahan film, sarana pengisian suara film, sarana pencetakan dan/atau penggandaan film) menjadi terbuka untuk modal asing 49%.
    • Sektor kesehatan di bidang usaha pelayanan rumah sakit spesialistik (hospital services), klinik kedokteran spesialis, dan jasa pelayanan penunjang kesehatan (laboratorium klinik dan klinik medical check-up), kepemilikan modal asing meningkat dari 65% menjadi 67% dan lokasi kegiatannya dapat dilakukan di seluruh Indonesia.
    • Sektor kelistrikan di bidang usaha pembangkit tenaga listrik (1-10 MW) dapat dilakukan dalam bentuk kemitraan, sedangkan di atas 10 MW kepemilikan modal asing maksimal 95%.
  9. Beberapa sektor bidang usaha yang kepemilikan modal asing disesuaikan dengan perkembangan terbaru, baik karena adanya undang-undang baru maupun untuk memberi kesempatan yang lebih besar bagi pemodal dalam negeri, antara lain:
    • Sektor pertanian di bidang usaha budidaya tanaman pangan pokok ((jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, padi, ubi kayu, ubi jalar) dengan luas lebih dari 25 Ha, kepemilikan modala sing maksimal 49% sesuai dengan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
    • Sektor Komunikasi dan informatika di bidang usaha:
      • Penyelenggaraan pos, dipersyaratkan memiliki perizinan khusus dan modal asing maksimal 49% sesuai Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos;
      • Penyedia, pengelola (pengoperasian dan penyewaan) dan penyedia jasa konstruksi untuk menara telekomunikasi (menara BTS) diperuntukkan bagi kepemilikan modal dalam negeri 100%.
  10. Dalam rangka implementasi komitmen Indonesia di bidang penanaman modal terkait ASEAN Economic Community, dalam perpres DNI ini ditambahkan satu lamp[iran baru (lampiran II.j) yang mengatur persyaratan kepemilikan modal asing dan/atau lokasi bagi penanam modal dari Negara-negara ASEAN. Investor dari Negara-negara ASEAN diberiakan kelonggaran dalam kepemilikan saham melebihi investor asing lainnya, misalnya dalam sektor perhubungan di bidang usaha bongkar muat barang (maritime cargo handling services) bagi investor dari Negara-negara ASEAN diperbolehkan memiliki saham asing maksimal 60% sedangkan investor asing lainnya maksimal hanya 49%.

Sumber: Badan Penanaman Modal