Translate

Home » » Kampus Jadi "Pasar", UU Dikti Harus Batal

Kampus Jadi "Pasar", UU Dikti Harus Batal

Written By Santosa Blogger Cirebon on Tuesday, March 12, 2013 | 12:44 AM

Kuatnya komersialisasi pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi mengubah perguruan tinggi ibarat pasar yang akan menghasilkan uang. Kampus disulap menjadi perusahaan yang lebih mementingkan pencarian laba ketimbang meningkatkan kualitas.

Kondisi ini pun menjadi perhatian utama sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Forum Peduli Pendidikan (FPP) dan Komite Nasional Pendidikan (KNP) dalam mengajukan judicial review terhadap UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Dikti).  Dalam diskusi di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (7/2/2013), perwakilan FPP yang juga mahasiswa Universitas Andalas (Unand), Padang, Chandra Feri Chaniago, perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) Robie Khoirulaman, dan perwakilan BEM Keluarga Mahasiswa (KM) Universitas Gadjah Mada (UGM) Faisal Arief Kamil , menyatakan, hukum penawaran-permintaan dalam teori ekonomi berlaku di kampus. Bentuknya, kata Chandra, dalam bentuk jual beli jasa pendidikan, dengan prinsip "ada uang ada kuliah".

"Semakin banyak uang, semakin berkualitas kampus yang didapatkan. Kampus dan kuliah hanya mimpi bagi si miskin," ujar Chandra.

Pernyataan tersebut diamini Robie. Dia mengimbuh, dalam sidang uji materi terhadap UU Dikti terakhir di Mahkamah Konstitusi (MK), seorang guru besar UI yang menjadi saksi dari pemerintah menyampaikan, "Jika ingin mendapatkan barang/jasa dengan kualitas bagus, maka kita harus siapkan uang yang banyak. Begitu juga dengan pendidikan, jika ingin mendapatkan pendidikan bermutu, Anda harus siapkan uang lebih." Menurut Robie, analogi ini tidaklah tepat mengingat pendidikan merupakan hak setiap orang, dan negara wajib membiayainya.

Apalagi, kata Robie, sang guru besar kemudian mengambil contoh Harvard University yang berkualitas dunia karena mengutip biaya mahal. "Rupanya, sang profesor menutup mata pada fakta yang ada di Indonesia. Betapa banyak masyarakat Indonesia yang tidak mampu mengakses pendidikan tinggi karena biaya. Sementara UUD 1945 secara tegas mencantumkan tanggung jawab negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, melalui pendidikan yang bermutu dan mampu diakses oleh seluruh warga negara dengan prinsip non-diskriminasi," tuturnya.

Paradigma yang salah inilah yang kemudian diterapkan dalam pengelolaan pendidikan tinggi di Tanah Air. Faisal menjelaskan, setelah UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) dicabut, keberadaan UU Dikti seolah-olah menjadi penggantinya. Sebab, banyak pasal dalam UU BHP, yang sarat muatan komersialisasi pendidikan, juga masuk ke dalam UU Dikti.

"Jadi, apa pun bentuk undang-undangnya, pastilah berusaha mewujudkan nafsu pemerintah untuk menjadikan pendidikan sebagai pasar, dan melepaskan tanggung jawab negara terhadap pembiayaan pendidikan," ujar Faisal.

Berdasarkan fakta tersebut, FPP dan KNP pun menuntut agar UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dicabut. "Kami juga menuntut pemerintah mengubah paradigmanya atas pendidikan, dan menjalankan kewajibannya untuk memenuhi, melindungi, dan menghormati hak atas pendidikan sebagaimana diatur tegas di dalam UUD 1945 dan Kovenan Hak Ekonomi Sosial Budaya yang sudah diratifikasi melalui UU Nomor 11 Tahun 2005," imbuh Faisal.

Sedikitnya ada enam pasal yang diajukan FPP dan KNP dalam judicial review ini. Pasal-pasal tersebut meliputi pembahasan tentang otonomi pengelolaan kampus, seleksi mahasiswa baru, akses mahasiswa miskin untuk mendapat pendidikan yang setara, dan kemandirian akademik kampus.

Dikutip dari : http://kampus.okezone.com/read/2013/02/07/373/758258/kampus-jadi-pasar-uu-dikti-harus-batal
Share this article :

0 comments:

Advertise

Hosting Gratis
SANTIKA PREMIERE JAKARTA - WEEKEND PROMO
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. FKIP Ekonomi & Akuntansi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger