Memasuki kuartal pertama 2012, berbagai indikator ekonomi di daerah menunjukkan perkembangan yang cukup baik.
Secara keseluruhan, perkembangan ini menguatkan prakiraan pertumbuhan
ekonomi nasional yang masih dapat tumbuh tinggi sekitar 6,5%, terutama
didukung oleh aktivitas domestik yang masih kuat di berbagai daerah.
Perekonomian Jawa dan Jakarta diprakirakan masih tumbuh di atas 6% (yoy)
di tengah kecenderungan perlambatan ekspor manufaktur akibat melemahnya
permintaan global. Sementara itu, perekonomian kawasan Sumatera
diprakirakan dapat tumbuh lebih tinggi dibandingkan perkiraan
sebelumnya, didukung oleh kinerja produksi sawit yang cenderung
meningkat. Hal serupa juga terjadi di Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Di sisi inflasi, perkembangan di berbagai daerah pada akhir triwulan I 2012 cenderung mulai menunjukkan adanya peningkatan.
Realisasi inflasi yang terjadi pada akhir triwulan I 2012 di hampir
seluruh wilayah cenderung lebih tinggi dibandingkan periode yang sama
dalam tiga tahun terakhir. Hal ini terutama dipicu oleh kenaikan harga
bumbu - terutama cabe - yang cukup signifikan karena berkurangnya
pasokan dan tertahannya penurunan harga beras karena bergesernya waktu
puncak panen raya. Selain itu, ekspektasi masyarakat terhadap rencana
kenaikan harga BBM bersubsidi diperkirakan turut memengaruhi
perkembangan harga di akhir triwulan I 2012.
Ke depan, prospek ekonomi di daerah akan
dipengaruhi oleh dinamika perekonomian global yang hingga saat ini belum
menunjukkan adanya perbaikan yang signifikan. Hal ini menjadi
faktor risiko yang dapat menurunkan kinerja ekspor daerah. Berbagai
informasi yang dihimpun dari kalangan pelaku usaha dan pemangku
kepentingan lainnya mengindikasikan kekhawatiran dunia usaha terhadap
kondisi ketidakpastian permintaan ekspor dapat terjadi hingga akhir
2012. Meski demikian, kuatnya permintaan domestik dan persepsi terhadap
iklim investasi nasional menjadi peluang yang perlu dimanfaatkan secara
optimal agar perekonomiaan nasional tetap dapat tumbuh tinggi. Hal lain
yang perlu dicermati adalah meningkatnya intensitas permasalahan terkait
penetapan upah minimum, terutama di daerah basis industri, yang perlu
segera di atasi agar prospek iklim usaha tetap positif.
Sejumlah faktor risiko juga diperkirakan membayangi perkembangan harga di berbagai daerah.
Hal ini antara lain terkait rencana kebijakan pengendalian konsumsi BBM
bersubsidi dan rencana penerapan kebijakan pengendalian impor
hortikultur. Mencermati berbagai risiko tersebut, langkah penguatan
komunikasi kebijakan melalui forum koordinasi Tim Pengendalian Inflasi
Daerah (TPID) menjadi sangat penting untuk meredam eskalasi ekspektasi
inflasi masyarakat. Selain itu, langkah tersebut perlu disertai upaya
untuk menjamin ketersediaan pasokan dan pengawasan terhadap distribusi
bahan pokok dan BBM bersubsidi.
Buku publikasi Tinjauan Ekonomi Regional (TER) ini menelaah dinamika perekonomian nasional dari perspektif regional.
Selain digunakan untuk mendukung perumusan kebijakan moneter, TER
diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi pemangku kepentingan dan
pemerhati perekonomian daerah. Akhir kata, semoga buku publikasi TER ini
dapat memberi kontribusi nyata bagi pembangunan ekonomi.
0 comments:
Post a Comment