STATEMENT KEBIJAKAN MONETER
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada tanggal 10 Mei 2012 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 5,75%. Tekanan inflasi ke depan diprakirakan terkendali, sebagaimana tercermin dari kenaikan harga hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) Bank Indonesia sampai dengan Minggu ke-2 Mei 2012 yang relatif lebih rendah dari pola historisnya. Sementara itu, ekspektasi inflasi dinilai masih relatif tinggi dan nilai tukar Rupiah cenderung melemah sebagai akibat ketidakpastian perekonomian global. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga instrumen operasi moneter dan melanjutkan upaya penyerapan kelebihan likuiditas Rupiah untuk mengendalikan tekanan inflasi jangka pendek serta mendukung stabilisasi nilai tukar Rupiah. Struktur suku bunga jangka menengah - panjang diperkirakan juga akan meningkat sehingga dapat mendorong daya tarik investasi pada sekuritas domestik. Dengan terus memperkuat langkah-langkah kebijakan moneter dan makroprudensial, serta koordinasi kebijakan dengan Pemerintah baik melalui forum Tim Pengendalian Inflasi di tingkat pusat (TPI) maupun Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), Bank Indonesia meyakini inflasi tahun 2012 dan 2013 akan berada di dalam sasaran yang ditetapkan, yaitu 4,5% ± 1%.
Dewan Gubernur menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat di tengah pengaruh perlambatan ekonomi global. Pertumbuhan ekonomi triwulan I-2012 mencapai 6,3% (yoy), atau lebih rendah dari perkiraan Bank Indonesia. Namun kinerja pertumbuhan ekonomi tetap kuat ditopang oleh konsumsi dan investasi, sementara pertumbuhan ekspor melambat sejalan dengan permintaan global yang melemah. Pada sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi masih ditopang oleh tiga sektor utama, yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Ke depan, kuatnya permintaan domestik diprakirakan akan tetap mendukung kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia. Konsumsi swasta diprakirakan akan tumbuh tinggi, didukung oleh meningkatnya penduduk berpenghasilan menengah dan relatif besarnya penghasilan yang dapat dibelanjakan (disposable income). Pertumbuhan investasi diprakirakan juga akan tinggi seiring dengan kebutuhan penambahan kapasitas produksi nasional untuk memenuhi meningkatnya permintaan. Secara keseluruhan tahun 2012, pertumbuhan ekonomi dapat mencapai kisaran 6,3-6,7%.
Meskipun mengalami tekanan pada triwulan I-2012, semakin besarnya arus masuk modal asing akan mendukung surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) untuk keseluruhan tahun 2012. Selama triwulan I-2012, transaksi modal dan finansial mencatat surplus sebesar 2,2 miliar dolar AS, ditopang oleh arus masuk investasi asing langsung (FDI) dan portofolio. Namun di sisi lain, transaksi berjalan pada triwulan I-2012 mengalami defisit sebesar 2,9 miliar dolar AS akibat tingginya impor, khususnya minyak dan gas, di tengah pertumbuhan ekspor yang melambat. Ke depan, kinerja neraca pembayaran diprakirakan membaik seiring dengan menurunnya defisit transaksi berjalan dan meningkatnya aliran modal masuk, baik investasi langsung maupun portofolio. Sementara itu, cadangan devisa sampai dengan akhir April 2012 mencapai 116,4 miliar dolar AS, atau setara dengan 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.
Nilai tukar Rupiah cenderung melemah, namun dengan volatilitas yang relatif terjaga. Pada bulan April 2012, Rupiah secara point-to-point melemah sebesar 0,51% (mtm) ke level Rp9.191 per dolar AS atau secara rata-rata melemah 0,27% (mtm) menjadi Rp9.166 per dolar AS. Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah masih dipengaruhi oleh tingginya kebutuhan impor sejalan dengan masih kuatnya kegiatan ekonomi domestik, dan ketidakpastian perekonomian global. Untuk menjaga keseimbangan pasar valas, Bank Indonesia terus memonitor dan mengambil langkah-langkah untuk mengurangi volatilitas yang berlebihan. Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan akan tetap stabil dan bergerak menguat seiring dengan surplus pada keseluruhan neraca pembayaran.
Tekanan inflasi pada bulan April 2012 meningkat didorong oleh inflasi bahan pangan (volatile food), sementara inflasi inti masih terkendali. Inflasi IHK pada April 2012 tercatat 0,21% (mtm) sehingga secara tahunan tercatat sebesar 4,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Peningkatan inflasi bahan pangan disebabkan keterbatasan pasokan, baik yang berasal dari produksi domestik maupun impor. Sementara itu, inflasi administered prices relatif rendah seiring dengan tidak adanya perubahan kebijakan harga terkait dengan komoditas strategis. Di sisi lain, inflasi inti masih cukup rendah (4,2%, yoy) sejalan dengan memadainya respon penawaran terhadap kenaikan permintaan, menurunnya harga komoditas global, dan membaiknya ekspektasi inflasi. Tekanan inflasi ke depan diprakirakan terkendali, sebagaimana tercermin dari kenaikan harga hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) Bank Indonesia sampai dengan Minggu ke-2 Mei 2012 yang relatif lebih rendah dari pola historisnya.
Stabilitas sistem perbankan tetap terjaga dan disertai dengan fungsi intermediasi yang semakin baik dalam mendukung pembiayaan perekonomian. Industri perbankan menunjukkan kinerja yang semakin solid sebagaimana tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang berada jauh di atas minimum 8% dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%. Sementara itu, intermediasi perbankan juga terus membaik, tercermin dari pertumbuhan kredit yang hingga akhir Maret 2012 mencapai 24,9% (yoy) dengan LDR sebesar 80,2%. Kredit investasi dan kredit modal kerja tumbuh cukup tinggi, yaitu masing-masing sebesar 30,1% (yoy) dan 25,9% (yoy), sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi dan kapasitas perekonomian. Sementara itu, kredit konsumsi tumbuh sebesar 20,5% (yoy).
Ke depan, Dewan Gubernur tetap fokus pada upaya mengendalikan tekanan inflasi jangka pendek dan stabilisasi nilai tukar Rupiah. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga instrumen operasi moneter dan melanjutkan upaya penyerapan kelebihan likuiditas Rupiah. Struktur suku bunga jangka menengah - panjang diperkirakan juga akan meningkat sehingga dapat mendorong daya tarik investasi pada sekuritas domestik. Di samping itu, koordinasi dengan Pemerintah Pusat dan Daerah akan terus diperkuat, baik melalui forum TPI maupun TPID. Terkait dengan hal ini, dalam waktu dekat Bank Indonesia bersama dengan Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Dalam Negeri akan melakukan “Rapat Koordinasi Nasional TPID ke-III” yang akan dihadiri oleh seluruh Kepala Daerah dan stakeholders dalam upaya terus memperkuat koordinasi untuk terus menjaga kestabilan harga.
Sumber : Bank Indonesia
0 comments:
Post a Comment